Putri Anne telah ditunangkan dengan pangeran Henry sejak kecil. Kini ia harus pergi ke istana pangeran Henry untuk menikah. Dengan ditemani seorang pelayan bernama Aline, mereka pun berangkat. Di tengah jalan Aline mengkhianatinya. Apa yang dilakukan Aline? dan bagaimana nasib putri Anne?
Jaman dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu. Dia memiliki seorang putri yang sangat menawan. Kita sebut saja putri Anne. Sebagai seorang putri, sejak kecil putri Anne sudah ditunangkan dengan pangeran dari kerajaan tetangga, pangeran Henry. Ketika tiba saatnya mereka harus menikah, seluruh kerajaan sibuk mempersiapkan keberangkatan putri Anne. Karena perjalanan ke kerajaan pangeran Henry cukup jauh, maka ratu mempersiapkan perbekalan yang cukup untuk putri semata wayangnya. Tidak ketinggalan barang-barang mewah seperti vas-vas dan pernik-pernik yang terbuat dari emas dan perak, gelas-gelas kristal dan perhiasan untuk dibawa sebagai lambang kebesaran.
Ratu memilih Aline seorang pelayan kepercayaannya yang akan menjaga dan merawat putri Anne selama perjalanan dan mengantarkannya dengan selamat. Ratu juga memilihkan kuda terbaik untuk menjadi tunggangan putri Anne. Falada, kuda kesayangan ratu, bukan kuda sembarangan. Dia sangat setia dan bisa berbicara, itulah sebabnya ratu memilihnya untuk membawa sang putri. Tibalah saat keberangkatan. Ratu memanggil putri Anne untuk menghadap. Dia mengeluarkan sebilah pisau kecil dan mengiris jarinya. Kemudian meneteskan tiga tetes darahnya ke sebuah sapu tangan putih dan memberikannya kepada putrinya.
"Anakku!" kata ratu, "jaga sapu tangan ini baik-baik, jangan sampai hilang atau tercecer. Ini akan menjagamu selama perjalanan."
Maka diiringi tatapan sedih sang ratu, putri Anne dan pelayannya Aline, berangkat menuju kerajaan pangeran Henry.
Setelah berjalan beberapa lamanya, putri Anne mulai merasa haus, maka dia memanggil Aline.
"Aline! Isilah gelas emasku dengan air sungai. Aku merasa haus," kata putri Anne.
"Jika kamu haus," kata Aline, "turunlah dari kudamu dan ambil sendiri minummu. Aku tidak mau jadi pelayanmu"
Maka putri Anne turun dari kudanya dan membungkuk di tepi sungai untuk minum, karena dia tidak diijinkan untuk minum di gelas emasnya. "Oh Tuhan," keluhnya. Lalu ketiga tetes darah sang ratu menjawab keluhannya:
"Seandainya sang Ratu mengetahui,
beliau pasti kan sakit hati."
Tapi putri Anne tetap bersabar. Dia tidak berkata apa-apa dan hanya menepuk Falada untuk meneruskan perjalanan. Mereka telah berjalan beberapa mil jauhnya ketika putri Anne kembali kehausan. Memang saat itu cuaca lumayan panas. Maka ketika melewati sebuah sungai, putri Anne kembali berkata pada Aline:
"Aline! Isilah gelas emasku dengan air sungai. Aku merasa haus," kata putri Anne.
Tapi Aline tetap menjawab dengan sinis: "Jika kamu haus," kata Aline, "turunlah dari kudamu dan ambil sendiri minummu. Aku tidak mau jadi pelayanmu"
Maka putri Anne kembali turun dari kudanya, membungkuk di tepi sungai untuk minum, karena dia tidak diijinkan untuk minum di gelas emasnya. "Oh Tuhan," keluhnya. Lalu ketiga tetes darah sang ratu menjawab keluhannya:
"Seandainya sang Ratu mengetahui,
beliau pasti kan sakit hati."
Ketika dia sedang membungkuk, sapu tangan yang berisi tiga tetes darah ratu terjatuh ke sungai dan hanyut tanpa disadarinya. Hal tersebut dilihat oleh Aline. Aline tahu tanpa sapu tangan itu putri Anne tidak punya kekuatan lagi. Timbul niat jahat di hatinya untuk menguasai putri Anne.
Maka ketika putri Anne hendak menaiki Falada, Aline menghadangnya dan berkata:
"Aku yang lebih cocok menunggangi Falada, berikan dia padaku. Dan kamu bisa pakai kudaku."
Pelayan yang jahat itu memaksa putri Anne menukar pakaian kerajaannya dengan pakaian yang dipakainya dan mengancam akan membunuh putri Anne jika dia mengatakan kejadian ini pada pangeran Henry.
Mereka meneruskan perjalanan, sampai akhirnya tibalah di kerajaan pangeran Henry. Mereka disambut dengan meriah. Pangeran Henry segera datang menghampiri Aline yang dia sangka adalah tunangannya, dan membawanya masuk ke dalam istana. Sementara putri Anne terpaku di luar istana. Secara kebetulan Raja sedang memandang keluar jendela dan melihat seorang gadis berdiri di luar istana. Raja melihat bahwa gadis tersebut sangat anggun dan cantik meski gaun yang dipakainya terlihat usang.
"Siapa gadis itu?" tanya raja.
"Oh, saya bertemu dengannya di jalan dan saya ajak dia untuk menemaniku. Jika paduka berkenan, berilah dia pekerjaan," sahut Aline.
Raja tidak tahu apa pekerjaan yang cocok untuk gadis secantik putri Anne, maka raja pun berkata:
"Mungkin dia bisa membantu Conrad untuk mengembalakan itik."
Meski Aline puas karena bisa menjauhkan pandangan pangeran Henry dari putri Anne, tapi dia tetap khawatir rahasianya akan terbongkar mengingat Falada, kuda tunggangan putri Anne bisa berbicara dan dapat membocorkan rahasianya. Dia mencari akal untuk menyingkirkan kuda tersebut. Dia berkata kepada pangeran:
"Pangeran, bolehkah aku meminta tolong padamu?"
"Dengan senang hati," jawab pangeran.
"Bunuhlah kuda tungganganku, karena saat perjalanan kemari dia telah melukaiku," katanya.
Pangeran lalu memerintahkan seorang algojo untuk memenggal kepala Falada sampai kuda yang malang itu tewas. Berita kematian Falada sampai juga ke telinga putri Anne yang segera mendatangi algojo dan memohon kepadanya:
"Wahai algojo, ijinkan aku menukar kepala Falada dengan segenggam emas."
"Baiklah," jawab algojo. "Apa yang harus kulakukan dengan kepala kuda ini?"
"Gantungkanlah di pintu gerbang istana, sehingga aku bisa memandangnya setiap kali aku melewatinya," pinta putri. Algojo setuju dan melaksanakan permintaan putri Anne.
-----------
Setiap pagi saat dia dan Conrad melewati pintu gerbang sambil menggiring itik-itik dia akan berkata kepada kepala Falada: "Halo Falada!"
Dan kepala Falada akan menjawab:
"Halo tuan putri, betapa pucatnya dirimu. Seandainya sang ratu tahu, hatinya pasti akan terluka."
Setiap hari Putri Anne dan Conrad menggembalakan itik di desa-desa sekitar kerajaan. Saat itik-itik itu mencari makan, putri Anne melepas lelah. Dia akan melepas ikatan rambutnya yang panjang dan bersinar. Begitu indahnya sampai-sampai Conrad ingin memegangnya. Berbisiklah putri Anne kepada angin:
Bertiuplah wahai angin yang semilir
Terbangkanlah topi Conrad kesana kemari
Buatlah dia jauh berlari
Hingga rambutku kembali rapi
Dan bisa kuikat kembali!
Tiba-tiba bertiuplah angin yang menerbangkan topi Conrad sehingga dia harus berlari mengejarnya. Dan ketika kembali, putri Anne telah selesai mengikat rambutnya. Conrad kecewa karena tidak bisa memegang rambut putri Anne, maka seharian itu dia tidak mau mengajaknya berbicara. Dan ketika sore datang mereka menggiring itik-itik kembali ke istana. Hal itu berlangsung berhari-hari, sampai suatu hari Conrad tidak tahan lagi dan mengadu pada raja:
"Saya tidak tahan lagi menggembala itik dengan gadis itu," katanya.
"Tapi kenapa?" tanya raja.
"Oh karena dia membuatku jengkel sepanjang hari," kata Conrad.
"Apa yang membuatmu jengkel?" tanya raja.
"Pada pagi hari saat kami melewati gerbang, dimana tergantung kepala seekor kuda, dia akan menyapanya dan kuda itu akan menjawab:
"Halo tuan putri, betapa pucatnya dirimu. Seandainya sang ratu tahu, hatinya pasti akan terluka."
Lalu Conrad menceritakan bagaimana putri Anne berbisik pada angin dan angin akan menuruti permintaannya. Raja memerintahkan Conrad untuk tetap menggembala itik bersama putri Anne, sementara raja akan menyelidiki kebenaran cerita tersebut.
Maka esok paginya raja berdiri di balik pintu gerbang menunggu Conrad dan putri Anne lewat. Raja mendengar sendiri bagaimana putri Anne menyapa kepala Falada dan kepala kuda itu menjawabnya. Raja juga melihat sendiri putri Anne berbisik pada angin dan angin tersebut membuat Conrad berlari kesana-kemari mengejar topinya yang diterbangkan angin.
Sore harinya raja memanggil putri Anne dan bertanya mengapa dia melakukan hal tersebut.
"Saya tidak akan mengatakannya pada siapa pun, karena saya telah bersumpah dan mungkin jiwa saya akan terancam," kata putri Anne.
Putri Anne tetap menolak bercerita meski raja telah memaksanya. Maka raja berkata:
"Baiklah, jika kau tidak mau menceritakannya padaku. Kau bisa bercerita pada dinding disana, maka kau tidak melanggar sumpahmu dan bebanmu akan berkurang." Lalu raja meninggalkan putri Anne sendiri. Namun diam-diam raja pergi ke belakang dinding.
Putri Anne lalu mengeluarkan sakit hatinya kepada dinding, katanya:
"Di tempat asing ini aku terdampar, padahal dulu aku adalah putri raja, dan pelayanku merampas mahkotaku, juga tunanganku. Sementara aku harus menggembala itik sepanjang hari. Oh, seandainya ibuku tahu, hatinya pasti akan terluka."
Raja keluar dari persembunyiannya dan membawa putri Anne ke istana. Raja menyuruh beberapa pelayan untuk mendandani putri Anne hingga terlihat sangat mempesona. Lalu raja memanggil pangeran Henry dan menceritakan kejadian tersebut.
Malamnya, raja mengundang beberapa tamu, putri palsu Aline dan putri Anne untuk makan malam. Putri Anne duduk di samping kanan pangeran Henry, sementara Aline di samping kirinya. Namun Aline tidak memperhatikan keberadaan putri Anne. Setelah makan dan minum, raja betanya kepada Aline apa hukuman bagi seseorang yang berkhianat dan merebut hak majikannya.
"Dia seharusnya ditelanjangi, dimasukkan ke dalam tong yang telah ditancapi paku-paku. Lalu dua ekor kuda menyeretnya keliling kota sampai pengkhianat itu mati," katanya.
"Itulah hukuman untukmu!" kata raja. "Kau telah memutuskan sendiri hukuman apa yang pantas bagi pengkhianat sepertimu," kata raja.
Maka Aline pun menerima ganjaran atas perbuatannya. Sementara itu putri Anne dan pangeran Henry akhirnya melangsungkan pernikahan mereka. Dan mereka hidup bahagia selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar